Minggu, 16 Januari 2011

PENGARUH KADAR ENZIM TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI PENGUBAHAN AMILUM

PENGARUH KADAR ENZIM TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI PENGUBAHAN AMILUM

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Sel –sel yang perannya identik dengan pabrik-pabrik kimia yang bergantung pada keterediaan energi dan harus mematui hokum-hukum kimia . secara kolektif reaksi-reaksi kimia yag memungkinkan adanya kehidupan dansering kita sebut dengan metabolisme . beribu-ribu reaksi tersebut berlangsung secara terus menerus didalam sel. Dengan adanya reaksi-reaksi tersebut banyak senyawa organik yang disintesis tumbuhan . Semua ini dengan pengertian sel dapat mengatur lintasan metabolik yang dikehendakinya , hal ini memungkinkan untuk mngatur dan terjadinya kecepatan reaksi tersebut dengan cara memproduksi katalisatordengan jumlah yang sesuai dan pada saat yang dibutuhkan .
Katalisator terseut yang kemudian disebut dengan enzim . hamper dapat sipastika semua reaksi biokimia dapat berlangsung dengan sangat lambat jiak tanpa melibatkan biokatalisator . ion-ion dan senyawa anorganik yang telah diserap dalam tanah oleh tumbuhan sebagian besar dapat berfungsi sebagai katalisator reaksi. Tetapi enzim merupakan katalisator ynglebih kuat. Enzim umumny mempercepat laju reaksi antara 108 sampai 1020 kali.
Metabolisme adalah seluruh proses kimia yang berlangsung didalam tubuh organisme. Dalam suatu reaksi kimia, terjadi perubahan yang menyangkut struktur molekul dari satu atau lebih zat; perubahan dari suatu zat dengan sifat khusus menjadi zat lain yang mempunyai sifat baru yang disertai dengan pelepasan atau penyerapan energi. Proses metabolisme berlangsung dengan bantuan enzim. Enzim merupakan protein yang mempunyai ikatan-ikatan tertentu dan dapat membentuk sisi aktif dengan subtrat. Enzm berperan secar sepesifik dalam menentukan reaksi mana dipacu dibandingkan dengan katalisator anorganik , sehingga memungkinkan ribuan reaksi dapat berlangsung dengan tidak menghasilkan produk sampingan yang beracun.. Enzim juga tanggap dalam perubahan kondisi lingkungan sehingga perubahannya dapat dilakukan oleh tumbuhan sesuai dengan perubahan unsure lingungan.
Disamping memiliki berbagai keunngulannya enzim ternyata juag memiliki kelemahan , antara lain: karena enzim adalah protein dengan ukuran molekul berukuran besar , sehingga sintesisnya membutuhkan energi dalam jumlah yang besar pula. Dalam praktikum kali ini, kami ingin mengetahui bagaimana pengaruh kadar enzim terhadap proses reaksi amilum yang merupakan salah satu reaksi utama dalam tubuh makhluk hidup.

B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang pada praktikum kali adalah bagaimana pengaruh kadar enzim terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum.

C.Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengamati pengaruh kadar enzim terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa.



BAB II
KAJIAN TEORI

Enzim adalah suatu protein yang dihasilkan oleh sel-sel hidup yang mampu mempercepat proses transpformasi kimia khusus, seperti hidrolisis , oksidasi atau reduksi. Dalam proses tersebut enzim tidak mengalami perubahan , sehingga enzim hanya berperan sebagai katalisator biologis .
Enzim hanya bersifat spesifik , artinya spesifik untuk substrat tertentu (molekul reaktan) beberapa enzim bekerja pada tipe ikatan tertentu, sehingga enzim jenis ersebut dapat bekerja pada banyak substrat yang memiliki ikatan tertentu.
Enzim sebagai katalisator memiliki tingkat spesifikasi yang tinggi dalam mengkatalis suatu reaksi.salah satu tipe mekanisme kerja enzim adalah pada saat mempercepat reaksi penggubahan substrat adalah dengan cara menurunkan energi aktifasi (Ea). Enzim mempercept laju reaksi antara108 -1020 kali.



Course of reaktion
Gb. Energi aktivasi menurun oleh adanya enzim.
Energi aktifasi merupakan energi yang diperlukan molekul-molekul substrat untuk mencapai puncak transisi sebelum mengalami perubahan. Dengan adanya enzim , substrat yang akan diubah menjadi molekul produk tidak perlu encapai aktifasi yang tinggi, dalam hal ini enzim berperan dalam menurunkan tinggkat energi aktifasi substrst sehingga reaksi tidak memeakan banyak waktu.
Sifat-sifat enzim adalah sebagai berikut:
1.Enzim aktif dalam jumlah yang sangat sedikit. pada reaksi biokimia hanya membutuhkan sejumlah kecil enzim untuk membantu proses pengubahan sejumlah besar substrat menjadi produk hasil.
2.Enzim tidak terpengaruh oleh reaksi yang dikatalisisnya pada kondisi stabil. Dalam kondisi yang dianggap tidak optimum, suatu enzim merupakan senyawa relatif dan dapat dipengaruhi oleh reaksi yang dikatalisisnya.
3.Meskipun enzim berperan dalam mempercepat penyelesaian suatu reaksi, enzim tidak terpengaruh oleh kesetimbangan reaksi tersebut. Tanpa adanya enzim, reaksi dapat balik yang biasa terdapat dalam sistem hidup berlangsung ke arah kesetimbangan pada laju yang sangat lambat. Suatu enzim akan menghasilkan kesetimbangan reaksi itu pada kecepatan yang lebih tinggi.
4.Kerja katalis enzim spesisfik. Enzim menunjukkan kekhasan untuk reaksi yang dikatalisisnya. Suatu enzim yang mengkatalisis suatu reaksi tidak akan mengkatalis reaksi yang lain.
Cara kerja enzim yaitu: enzim berfungsi dengan cara meningkatkan proporsi molekul yang mempunyai cukup energi untuk bereaksi, sehingga mempercepat laju proses. Enzim melakukan hal ini dengan menurunkan energi yang diperlukan reaksi dan bukan meningkatkan jumlah energi dalm tiap molekul. Enzim meningkatkan kecepatan reaksi keseluruhan tanpa mengubah suhu reaksi dan menurunkan energi aktivasi.
Aktifitas enzim terganggu bila enzim telah mengalami denaturasi. Denaturasi adalah jika struktur enzim berubah sehingga substrat tidak dapat lag berikatan. Pada banyak keadaan, denaturasi tidak dapat balik. Suhu yang tinggi memudahkan putusnya ikatan hidrogen. Pemenasan ekstrem menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan kovalen baru antara rantai-rantai polipeptida atau antara bagian rantai yang sama dan ikatan-ikatan ini snagat stabil.
Sebagai suatu protein enzim memiliki sifat yang dapat terdenaturasi oleh keberadaan faktor-faktor tertentu.dengan adanya pendenaturasisaan dari enzim ini dapat mengakibatkan pada ketidak aktifan enzim yang berperan sebagai bio katalisator serta dapat mengganggu pada mekanisme kerjanya .Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi suatu enzimatis yaitu:
1.Konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat.
Konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat masing-masing dapat merupakan pembatas. Katalisis hanya terjadi jika enzim dan substrat membentuk satu kompleks sementara. Jadi, laju reaksi bergantung kepada jumlah benturan yang terjadi antara substrat dan enzim. Makin tinggi konsentrasi dari enzim maka kecepatan reaksi makin cepat pula, semua ini terjadi karena banyaknya enzim yang telah memecah substrst menaji suatu produk. Dengan ketentuan lain , yaitu konsentrasi enzim berlebihan maka kecepatan reaksinya akan lurus / tidak terjadi keneikan atau penurunan kecapatan reaksi. Hal ini disebabkan karena substrat telah terikat semua pada masing-masing enzimserta ada enzim yang tidak mengikat substrat.
V max


Km konsentrasi enzim
Gb . Grafik pengaruh konsentrasi enzim terhadap kecepatan reaksi enzimmatik.
2.pH
aktifitas dari enzim kebanyakandipenggaruhi oleh pH medium dengan berbagai ketetntuan. Kebanyakan bagi suatu enzim yang berfungsi terdapat pH optimum, yakni pada pH netral yaitu pH 7 yang pada nilai pH labih tinggi atau lebih rendah dari nilai tersebut enzim akan terganggu aktivitasnya. Dengan adanya pH yang ekstrim dapat menyebabkan perusakan atau pendenaturasi enzim berdampak pada inaktifan enzim. Banyaknya enzim yang tidak berfungsi dapat mempengaruhi kerja aktifasi enzim dalam halini dapat mempengaruhi kecepatan laju reaksi.
aktifitas




Gb. Grafik pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi enzimatik.
3.Suhu
Kecepatan reaksi enzimatis akan mengalami peningkatan seiring peningkatan suhu sampai titik optimum. Setelah mencapai pada titik optimum, peningkatan suhu akan menurunkan kecepatan reaksi karena denaturasi protein enzim. Dalam hal ini enzim memiliki batasan suhu maksimal berkisar antara 50 o keatas.
aktifitas %




Temperatur
4.Konsentrasi Produk
Semakin tinggi konsentrasi substrat maka akan menyebabkan semakin tingginya kecepatan reaksi suatu enzim. Semua ini disebabkan oleh banyaknya jumlah substrat yang telah dipecah enzim untuk menjadi prodauk, keceptan reaksi semakin menurun, konsentrasi substrat dan penimbunan produk yang pada beberapa enzim, produk tersebut menjadi penghambat aktifitas enzim dengan cara bergabung dengan enzim sehingge pembentukan kompleks enzim substrat terhambat.
5. Penguraian Amilum
Enzim amilase menrupakan enzim hidrolisis yang mengkatalis proses penambahan air terhadap ikatan alfa 1,4 glikosida.

Amilase maltase
Amilum maltosa gukosa
Hasil yang paling sederhana dari penguraian proses mulai amilum dari enzim amilase adalah gula yang terdiri dari dua molekul glukosa yaitu maltosa. Maltosa merupakan bentuk gula yang tidak mudah untuk digunakan oleh tumbuhan. Oleh sebab itu, maltosa harus melalui proses pecahan lagi menjadi gula yang mudah dipakai oleh tumbuhan untuk menghasilkan energi, yaitu glukosa. Untuk mengubah maltosa menjadi glukosa diperlukan enzim maltase.



BAB III
METODE PERCOBAAN

A.Jenis Penelitian
Penelitian ini berjenis penelitian eksperimen, hal ini dikarenakan data-data yang kami peroleh berasal dari penelitian kami secara langsung, selain itu dalam percobaanini kami mengunakan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi penelitian kami, diantaranya adalah : variabel manipulasi, variabel kontrol, dan variabel respon.

B.Variabel Pembatas
Variabel kontrol : Jumlah tetesan enzim dan tetesan KI-I2, jangka waktu penetesan.
Variabel manipulasi : kadar enzim
Variabel respon : perubahan warna setelah penetesan KI-I2.

C.Alat dan Bahan
1.Mortar dan penumbuk porselin
2.Tabung reaksi 8 buah, gelas ukur 10 ml 1 buah, centrifuge (pemusing).
3.Cawan tetes, pipet kecil, lampu spiritus, pegangan tabung reaksi.
4.Kecambah kacang hijau umur 2 hari. Larutan amilum 4%, akuades.
5.Larutan KI-I2 dan larutan Fosfat sitrat buffer pH= 5,6 (10 ml).

D.Cara Kerja
1.Membuang kulit biji kecambah.
2.Menggerus 30 gr kecambah kacang hijau dan menambahkan 30 ml larutan buffer fosfat sitrat sampai semua kecambah hancur.
3.Memasukkan ke dalam tabung reaksi centrifuge dan memusingkan selama 5 menit dengan kecepatan 2 rpm.
4.Mengambil cairan bagian atas (supernatan) dan memasukkan ke dalam tabung reaksi. Cairan ini dianggap sebagi larutan enzim amilase 100 %.
5.Membuat enzim dengan kadar 0%, 25%, 50% dari enzim yang berkadar 100 % dengan cara sbb: kadar enzim 50 % diperoleh dengan cara mengambil 5 ml enzim 100% dan menambahkan aquades sampai volume 10 ml, kadar enzim 25 % diperoleh dengan cara mengambil 5 ml enzim 50 % dan menambahkan aquades sampai volume 10 ml, kadar enzim 0 % diperoleh dengan cara memanaskan 5 ml enzim 100% sampai mendidih.
6.Menyediakan tabung reaksi dan mengisi dengan 5 ml larutan enzim 100 %, menambahkan 2 ml larutan amilum 1 %. Mencatat waktunya, kemudian mengocok perlahan sampai larutan tercampur. Saat mencampur larutan amilum + enzim ditetapkan sebagai saat nol.
7.Setiap 2 menit mengambil 1 tetes campuran lalu diuji dengan 1 tetes larutan KI-I2 pada lempeng penguji (cawan tetes).
8.Mencatat waktu tiap perubahan warna yang terjadi pada lempeng penguji.
9.Melakukan langkah ke-6 sampai 8, masing-masing untuk kadar enzim 50%, 25%, dan 0%.


BAB IV
DATA, ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A.DATA
Tabel Pengaruh Enzim Amilase terhadap Reaksi Pengubahan Amilum
Waktu 2 menit ke-
Kadar Enzim

Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50%
Konsentrasi Enzim 25%
Konsentrasi Enzim 0%
1
Konsentrasi Enzim 100% + + + +
Konsentrasi Enzim 50% + + + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
2
Konsentrasi Enzim 100% + + + +
Konsentrasi Enzim 50% + + + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
3
Konsentrasi Enzim 100% + + +
Konsentrasi Enzim 50% + + + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
4
Konsentrasi Enzim 100% + +
Konsentrasi Enzim 50% + + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
5
Konsentrasi Enzim 100% + +
Konsentrasi Enzim 50% + + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
6
Konsentrasi Enzim 100%+ +
Konsentrasi Enzim 50% + + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
7
Konsentrasi Enzim 100% +
Konsentrasi Enzim 50% + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
8
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50% + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
9
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50% + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
10
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50% + +
Konsentrasi Enzim 25% + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
11
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50% + +
Konsentrasi Enzim 25%+ + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
12
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50% +
Konsentrasi Enzim 25% + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
13
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50%
Konsentrasi Enzim 25%+ +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
14
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50%
Konsentrasi Enzim 25% + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
15
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50%
Konsentrasi Enzim 25% +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +

Keterangan : Tanda (+) menunjukkan banyaknya kadar kepekatan Warna Biru
Waktu prubahan Warna pada Kadar Enzim
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50%
Konsentrasi Enzim 25%
Konsentrasi Enzim 0%
14
24
30
30 keatas




A. Analisis Data
Berdasarkan data diatas didapatkan pada kadar enzim 100% diperoleh hasil terdapat 4 kali perubahan warna yaitu pada 2 menit ke satu dan kedu diperloh kepekatan warna biru sebanyak (+ + + +), pada 2 menit ke 3 kepekatan warna biru ( + + + ) , pada 2 menit ke 4 ,5 dan 6 kepekatan warna biru ( + + ) ,dan untuk perubahan warna terakhir terjadi pada 2 menit 7 dengan kepekatan warna biri ( + ).
Pada kadar enzim 25% diperoleh hasil adanya lima kali perubahan warna kepekatan ,yaitu pada 2 menit ke 1 sampai 3 kepekatan warna biru ( + + + + +) , 4 sampai 6 kepekatan warna biru (+ + + +), 7 sampai 9 kepekatan warna biru (+ + +), 10 dan 11 kepekatan warna biru (+ + ), serta pada 2 menit ke 12 diperoleh kepekatan warna biru (+).
Untuk kadar enzim 50% diperoleh hasil adanya enan kali perubahan warna kepekatan ,yaitu pada 2 menit ke 1 sampai 3 kepekatan warna biru ( + + + + + +),4 sampai 6 kepekatan warna biru ( + + + + +), 7 sampai 9 diperoleh kepekatan warna biru ( + + + + ),10 sampai 12 diperoleh kepekatan warna biru ( + + + ), 13,14 diperoleh kepekatan warna biru ( + +) dan untuk perubahan kepatan warna biru terjadi pada 2 menit ke 15 (+).
Pada kadar enzim 0 %, tidak terjadi perubahan warna, yaitu pada 2 menit awal sampai percobaan menit terakhir ( pada 2 menit ke 15)

B. Pembahasan
Berdasarkan data yang telah kami peroleh, diketahui bawasanya kadar enzim dapat mempengaruhi kinerja dari amilum. Pada konsentrasi 100% dapat menyebabkan perubahan reaksi yang sangat cepat. Pada 2 menit yang 7 sudah dapat menghilangkan warna biru, dalam hal ini warna biru atau ungu sebagai penanda adanya amilum.Pada konsentrasi enzim 50% perubahan warna biru atau unggu berlangsunga agak lebih lama bila dibandingkan dengan yang terjadi pada konsentrasi enzim 100%, perubahan warna biru atau unggu berlangsung dalam 2 menit yang ke 12 hal ini menunjukkan bahwa kandungan enzim amilase lebih sedikit bila dibandingkan dengan konsentrasi enzin yang 100%.
Pada kadar enzim 25 %, kerja enzim amilase atau keberadaan enzim amilase mulai dapat diketahu, dalam hal ini reaksinya terjadi sanggat lambat. Perubahan warnanya terjadi secara bertahap mulai dari hilangnya kepekatan warna biru yang terjadi pada 2 menit yang ke 3 lalu menit ke 6 dan teus terjadi penurunan tingkat kepekatan warna biru hingga diperoleh titik setimbang yaitu hilangnya warna biru pada 2 menit ke 15. Pada kadar yang cukup rendah ini hampir dapt dipastiak bawasanya KI-I2 cukup sulit untuk mendetesi keberadaan dari amilum.
Pada konsentrasi 0 % tidak terjadi perubahan warna biak warna biru atau unggu mulai dari 2 menit pertama hingga 2 menit yang ke 15 sebagai penanda adanya kandungan amilase. Pada kasus ini mungkin dapat terjadi dikarenakan KI-I2 tidak dapat melakukan pendeteksian kandungan amilum yang diteteskan pada reaktan serta kandungan amilases yang terdapat pada larutan . dengan tidak mampunya pendeteksian KI-I2 pada keberadaan amilum dan amilase dapat juga disebabkan adanya pemenensan larutan supernata 100% sampai mendidih yang berdampak pada perusakan enzim atu pendenaturasisn enzim .
Pada proses pembuatan enzim amilase dari kecambah hijau ditambah larutan buffer sitrat fosfat. Penambahan ini dilakukan dengan tujuan agar enzim tidak cepat rusak walau enzim dalam proses pemanasan.
C.Diskusi
1.Tes KI-I pada larutan amilum + enzim 100% diperoleh warna biru, karena enzim amilase belum bekerja untuk mengubah amilum menjadi glukosa.
2.Fungsi fosfat sitrat buffer adalah untuk mempertahankan pH hal ini di karena enzim hanya aktif pada pH tertentu yaitu pH 5,6

3.Faktor yang mempengaruhi kerja enzim adalah:
Macam dan kadar (konsentrasi) substrat : semakin tinggi konsentrasi substrat maka akan tinggi pula kecepatan reaksinya.
Temperatur atau suhu : enzim memiliki suhu optimum yaitu 50 o keatas.
PH: enzim bekerja pada pH netral Yitu 7



BAB V
SIMPULAN
Makin tinggi tingkat konsentrasi enzim amilase yang dimiliki maka kecepatan reaksi pengubahan amilum untuk menjadi glukosa. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi kadar enzim amilase yang dimiliki maka makin sedikit pula waktu yang dibutuhkan dalam mengubah amilum menjadi glukosa. Hal lain yang menentukan perbedaan kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa adalah kadar ensim amilase yang jumlahnya sangat bervariasi. Dalam hal ini kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa berbanding lurus dengan dengan konsentrasi dari enzim amilase.



DAFTAR PUSTAKA

Loveless A.R.1987. Prinsip-prinsip Fisiologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Jakarta : Gramedia
Martosuharsono, Soeharsono. 1985. Biokimia jilid I. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.
Rahayu, Yuni Sri dkk. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya : Laboratorium Fistum.
Salisbury, frank B. Dan Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid II. Bandung : ITB.
.

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN KADAR KLOROFIL PADA BERBAGAI TANAMAN YANG BERBEDA UMUR

LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN
KADAR KLOROFIL PADA BERBAGAI TANAMAN YANG BERBEDA UMUR

Oleh:
ARIF SUSANTO
063204017
PENDIDIKAN BIOLOGI A


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2008

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Banyak kita jumpai dalam lingkungan sekitar tempat kita hidup beraneka macam tumbuhan , dan rata-rata tumbuhan hijau yang paling dominan. Tumbuhan hijau menyusun senyawa organik dari karbondioksida dan air melalui proses fotosintsis.
fotosintesis pada kakikatnya merupakan satu-satunya mekanisme masuknya energi kedalam dunia kehidupan, dalam hal ini fotosintesis merupakan proses mengubah energi matahari menjadi energi potensial / kimiawi yang tersimpan dalam karbohidrat dan molekul organik lainya . satu-satunya pengecualian terjadi pada bakteri kemostatik. Sebagai mana reaksi oksiadasi penghasil energi, yaitu tempat bergantungnya semua kehidupan ,
fotosintesis meliputi reaksi oksidasi dan reaksi reduksi. Proses keseluruhan adalah oksidasi air ( pemindahan elektron yang disertai pelepasan O2 sebagai hasil samping) dan CO2 untuk membentuk senyawa organik yaitu karbohidrat. Proses ini hanya akan terjadi jika ada cahaya dan melalui pigmen hijau klorofil. Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tanaman. Senyawa inilah yang berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Sebagian besar klorofil terdapat dalam daun namun klorofil juga dapat dijumpai pada bagian-bagian tanaman yang berwarna hijau seperti akar, batang, buah, biji dan bunga dalam jumlah yang terbatas. Meskipun sebagian besar klorofil terdistribusi dalam daun, namun persebarannya juga tidak merata. Banyaknya klorofil pada pangkal daun akan berbeda dengan ujung, tengah serta kedua tepi daun. Selain itu perbedaan warna daun juga menunjukan adanya perbedaan jumlah klorofil. Warna hijau daun sangat berkolerasi dengan kandungan klorofil. Pada umumnya, semakin hijau warna daun semakin tinggi kandungan klorofilnya. Dalam percobaan ini meniliti kandungan klorofil pada umur daun yang berbeda pada tumbuhan.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik suatu permasalahan tentang “Bagaimana pengaruh umur (muda dan tua ) suatu tanaman terhadap kadar klorofil yang dimiliki dari berbagai daun dari suatu tanaman. .

C.Tujuan
Mengukur kadar klorofil berbagai daun dari suatu tanaman yang umurnya berbeda-beda (muda dan tua ).


BAB II
KAJIAN TEORI
Proses penyerapan cahaya oleh tumbuhan erat sekali hubungannya dengan suatu mekanisme yang disebut dengan Fotosintesis. Fotosintesis merupakan suatu proses pada tumbuahan hijau untuk menyusun senyawa organik dari karbondioksida dan air. Proses ini hanya akan terjadi jika ada cahaya dan melalui perantara pigmen hijau klorofil yang terletak pada kloroplas. Pada dasarnya proses penyerapan cahaya oleh tumbuhan bergantung pada sifat-sifat cahaya.
Cahaya memiliki sifat gelombang (mave nature) dan sifat partikel ( partikel nature) cahaya mencakup bagian dari energi mataharidengan panjang gelombang antara 360 nm sampai 760 nm dan tergolong cahaya tampak. Prinsip dasar penyerapan cahaya adalah bahwa setiap molekul hanya dapat menyerap satu foton dalam waktu tertentu dan foton ini menyebabkan terjadinya eksitasi pada suatu electron dalam suatu molekul.

Gbr Spektum kromoplas karetenoid

Untuk terjadinya fotosintesis , energi dalam bentuk electron yang terksitasi pada berbagai pigmen harus disalurkan kepigmen pengumpul energi yang disebut dengan pusat reaksi ( reaction center) Reaksi secara keseluruhan dapt ditulis dalam persamaan sebagai berikut :

CO2 + H2O + energi cahaya klorofil (CH2O)n + O2
cahaya

Dari rumus tersebut terlihat bahwa klorofil atau zat hijau daun memegang peranan penting, selain cahaya untuk proses fotosintesis. Pada reaksi tersebut ( CH2O)n adalah singkatan dari pati atau karbohidrat lain yang mempunyai rumus empiris mirip dengan itu. Pati merupakan produk fotosintesis yang paling banyak dibuat oleh kloroplas.
Warna hijau pada kloroplas disebabkan oleh adanya empat tipe utama pigmen didalamnya , klorofil a, dan b, yang berwarna hijau menyerap banyak sinar lembayung dan merah memancarkan warna hijau ,dan xantofil serta karotein yang berwarna kuning sampai orange karena menyerap sinar biru dan lembayung lebih kuat daripada sinar berwarna lain. Pada hijau daun yang melaksanakan proses fotosintesis itu dan diketahui bahwa pigmen hijau kloroplaslah yang menyerap cahaya yang diperlukan untuk proses itu. Pigmen yang terdapat pada kloroplas, antara lain : klorofil a (yang berwarna hijau muda), klorofil b (yang berwarna hijau tua), dan karotin (berwarna kuning sampai jingga).klorofil merupakan butiran hijau didalam kloroplas , pada umumnya kloroplas berbentuk oval dengan bahan dasar disebut stroma . sedangkan butiran –butiran yang ada didalamnya disebut grana. Pada tanaman tinggi terdapat dua klorofil yaitu : klorofil a (C55H72O5N4Mg berwarna hijau tua ), klorofil b (C55H70O6N4Mg berwarna hijau muda ).
Pada tumbuhan berbunga, kedua klorofil ini hanya terdapat dalam kloroplas, sedangkan pigmen kuning-oranye kadang-kadang terdapat juga pada bagian tumbuhan yang tidak hijau, dan pigmen ini tidak berperan dalam fotosintesis.

Didalam kloroplas terdapat senyawa –senyawa yang membantu proses fotosintesis antara lain:
a.Sitokrom
Sitokrom merupakan protein yang dimiliki bagian bukan protein yang berupa Fe. Sitokrom F dan sitrokom b6 berfungsi untuk membantu proses fotosintesis.
b.Plastoquinon
Plastoquinon tidak terikat oleh protein dan berfungsi sebagai pereduksi. Contoh vitamin K.
c.Plastosianin
Plastosianin merupakan protein yang mengandung atom tembaga (Cu) dan berwarna biru dengan fungsi sebagai transfer electron dan fotosintesis.
Kecepatan fotosintesis dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu factor luar dan factor dalam:
a.faktor luar, meliputi : persediaan air, konsentrasi karbondioksida, intensitas cahaya , suhu dan interaksi-interaksi factor luar.
a.1. persediaan air .
persediaan air yang kurang memadai pada tumbuhan akan berdampak pada pengurangan kecepatan fotosintesis secara drastis. Akibat dari kekurangan air ini akan mengakibatkan daun melakukan penutupan stomata . penutupan stomata merupakan alsan utama mengapa terjadi pengurangan kecepatan fotosintesis.
a.2. konsentrasi karbondioksida.
Pada konsentrasi karbondioksida rendah kecepatan fotosintesis akan sebanding dengan kecepatan proses fotosintesis. Jika konsentrasi karbondioksida dinaikkan , peningkatan kecepatan turun dengan cepat , sampai dicapai kecepatan maksimum.
a.3 . intensitas cahaya.
Pada intensitas cahaya rendah tidak ada fotosintesis yang dapat dideteksi melalui metode baku analisis gas. Sebab pada keadaan ini pertukaran gas pada fotosintesis lebih kecil bila dibandingkan dengan respirasi.
a.4. suhu.
Kisaran suhu yang memungkinkan terjadinya suatu fotosintesis sangatlah berfariasi terutama pada daerah tropik. Perkiraan suhu tersebut antara 5-4 derajat celcius.
a.5. Interaksi faktor-faktor luar
Interaksi factor-faktor luar antara lain dapat terjadi dengan suhu dan intensitas cahaya yang lebih rumit daripada interaksi lain. Sebab terdapat variasi suhu yang sangat berbeda pada intensitas cahaya yang rendag sampai tinggi.

b.faktor dalam ,meliputi : reaksi dalam daun terhadap difusi gas bebas ,penimbunan hasil fotosintesis, kandungan klorofil, morfologi dan anatomi daun, akumulasi fotosintat.
b.1. reaksi dalam daun terhadap difusi gas bebas
b.2. penimbunan hasil fotosintesis
b.3. kandungan klorofil
jumlah klorofil yang dimiliki menentukan kecepatan fotosintesis . makin besar kadar klorofil yang dimiliki maka proses laju fotosintesis dapat berlangsung dengan sangat cepat.
b.4. morfologi dan anatomi daun.
Umur daun sangat mempengaruhi proses fotosintesis: proses penuaan akan berdampak pada kelambanan proses fotosintesis. Faktor utama yang mempengaruhi laju penuaan ialah kandungan nutriea mineral daun. Masukan nutriea mineral yang cukup akan memungkinkan daun yang msih muda maupun tua memenuhi kebutuhan mereka. Namun dalam beberapa kondisi seringkali nutrisi yang jumlahnya terbatas lebih sering didistribusikan ke daun yang lebih tua daripada ke daun yang lebih muda.
Daun tua selalu lebih banyak mengandung klorofil yang lebih besar daripada daun muda. Adanya perbedaan kandungan klorofil antara daun muda dan tua, nampaknya sangat berkaitan denga umur daun tersebut. Perbedaan kandungan klorofil pada beberapa spesies tanaman dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perbedaan kandungan klorofil setiap tanaman dipengaruhi oleh adanya perbedaan massa jenis tanaman, varietas, status nutrisi, musim serta stress biotik dan abiotik. Selain itu, tipe tanaman, jenis tanah, keadaan iklim setempat, stress dan penyakit tanaman serta nutrisi yang dimilikinya juga berpengaruh terhadap besarnya kandungan klorofil suatu tanaman.
Pada jenis yang sama, tanaman yang tumbuh di tempat ternaung umumnya memiliki kandungan klorofil lebih besar dan luas daun lebih lebar, sedangkan tanaman di tempat terbuka kandungan klorofilnya lebih kecil dan luas daunnya lebih sempit. Tanaman yang tumbuh di daerah ternaung, kandungan klorofilnya lebih besar, daunnya lebih tipis, proteinnya lebih rendah dan luas permukaan daunnya lebih lebar dibandingkan tanman yang tumbuh di tempat terbuka / tak ternaung


BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Penelitian ini berjenis penelitian eksperimen, hal ini dikarenakan data-data yang diperoleh berasal dari penelitan secara langsung, selain itu di digunakan variabel-variabel yang dapat menunjang penelitian kami, diantaranya adalah : variabel manipulasi, variabel kontrol, dan variabel respon.

B.Variabel-Variabel Penelitian
a.Variabel Manipulasi :
Daun dari suatu tanaman dengan umur yang berbeda-beda (muda dan tua)
b.Variabel Kontrol
Panjang gelombang
Jumlah alkohol
c.Variabel Respon
Kadar klorofil a, kadar klorofil b, dan kadar klorofil total

C.Alat dan Bahan
Alat:
1.Pipet tetes
2.Gelas ukur
3.Lumpang porselin
4.Kertas saring
5.Alkohol 95%
6.Spektrofotometer
Bahan:
Daun dengan umur yang berbeda, meliputi :
Daun muda yang diambil daun yang pucuk
Daun yang tua diambil nomor 5 ke bawah


D.Langkah Kerja
1.Menimbang 0,25 gram daun yang masih segar, kemudian memotongnya kecil-kecil.
2.Menggerus potongan-potongan daun tersebut dalam lumpang porselin sampai halus.
3.Mengekstrasi gerusan daun tersebut dengan menggunakan 25 ml alkohol 95%.
4. Menyaring ekstrak tersebut dengan menggunakan kertas saring sampai volume akhir filtrat akhir mencapai 25 ml. Jika volume filtrat kurang dari 25 mL, tambahkan kembali alkohol 95%.
5.Mengukur kadar klorofil filtrat tersebutdengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 649 nm dan 665 nm. Sebelum dilakukan pengukuran perlu dikalibrasi terlebih dahulu. Larutan yang digunakan sebagai pelarut untuk kalibrasi adalah alkohol95%.
6.Mencatat nilai absorbansi (Optical Density) larutan tersebut.
7.menghitung kadar klorofil a, kadar klorofil b dan kadar klorofil total dapat dihitung dengan rumus dari Wintermans dan de Mots sebagai berikut :
Klorofil a : 13,7 x OD 665 – 5,76 OD 649 (mg/l)
Klorofil b : 25,8 x OD 649 – 7,7 OD 665 (mg/l)
Klorofil total : 20,0 x OD 649 + 6,1 OD 665 (mg/l)


BAB IV
DATA, ANALISIS, PEMBAHASAN DAN DISKUSI
A.Hasil Pengamatan
a.Tabel hasil pengukuran kadar klorofil daun dari beberapa tanaman dengan umur yang berbada-beda.


NO
Nama Daun
Daun Muda ( mg/l)
Daun tua ( mg/l)
1.

Klorofil a
Klorofil b
Total
Klorofil a
Klorofil b
Total
2.
Roediscolor
3,15
6,80
9,98
6,41
16,67
23,18
3.
Puring putih
3,15
6,80
9,98
6,41
16,67
23,18
4.
Beras utah
0.44
1,78
2,23
7,32
4,24
11,61
5.
Bougenfil
2,32
5,69
8,03
2,13
8,73
10,87
6.
Sepatu
7,89
0,08
8,03
6,32
3,89
10,26
7.
Puring
1,10
1,91
2,93
5,83
3,94
9,82
8.
Iler
3,36
5,33
8,72
5,94
1,85
7,83
9.
Keres
10,31
4,81
15,19
10,82
4,94
19,90

A.Analisis
Dalam percobaan pengukuran kadar klorofil ini kami mengunakan delapan daun, yang terdiri dari daun Roediscolor, Puring putih, Beras utah, Bugenfil, Sepatu. ,Puring. Iler dan Keres dan masing- masing daun kami ekstrak daun muda dan tua . Dari kedelapan macam daun tersebut kami hitung kadar klorofil a, b dan klorofil total dengan menggunakan alat yang dinamakan spektrofotometer.
Pada perhitungan kadar klorofil mengunakan satuan m/gr. pada daun Roediscolor muda didapatka klorofil a sebesar 3,15, klorofi b 6,80.dan klorifil total 9,98.sedangkan untuk Roediscolor tua didapatka klorofil a sebesar 6,46, klorofi b 16,67.dan klorifil total 23,18 . Daun puring putih muda didapatka klorofil a sebesar 3,15, klorofi b 6,80.dan klorifil total 9,98.sedangkan untuk daun puring putih tua didapatka klorofil a sebesar 6,46, klorofi b 16,67.dan klorifil total 23,18. Daun Beras utah muda didapatka klorofil a sebesar 0,44, klorofi b 1,78.dan klorifil total 2,23.sedangkan untuk daun beras utah tua didapatka klorofil a sebesar 7,32, klorofi b 4,24.dan klorifil total 11,61,daun Bugenfil muda didapatka klorofil a sebesar 2,32, klorofi b 5,69.dan klorifil total 8,03.sedangkan untuk daun bougenfile tua didapatka klorofil a sebesar 2,13, klorofi b 8,73.dan klorifil total 10,87.
Sedangkan untuk daun bungga Sepatu muda didapatka klorofil a sebesar 7,89, klorofi b 0,08 dan klorifil total 8,03. Sedangkan untuk daun bungga Sepatu tua didapatkan klorofil a sebesar 6,32, klorofi b 3,89.dan klorifil total 10,26. ,Puring muda didapatka klorofil a sebesar 1,10, klorofi b 1,91.dan klorifil total 2,93. Sedangkan untuk daun puring tua didapatka klorofil a sebesar 5,83, klorofi b 3,94.dan klorifil total 9,82. Iler muda didapatkan klorofil a sebesar 3,36, klorofi b 5,33.dan klorifil total 8,72. Sedangkan untuk daun iler tua didapatka klorofil a sebesar 5,94, klorofi b 1,85.dan klorifil total 7,83. dan daun Keres muda didapatka klorofil a sebesar 10,31, klorofi b 4,81.dan klorifil total 15,19. Sedangkan untuk daun keres tua didapatkan klorofil a sebesar 10,82, klorofi b 4,94.dan klorifil total 15,90.
Berdasarkan data hasil penelitian di atas menunjukkan kadar klorofil a paling tinggi pada daun tua. Sedangkan kadar klorofil a paling rendah ada pada daun muda. Untuk kadar klorofil b pada daun muda dan tua tidak memiliki perbedaan jauh dan dapat dikatan hampir setara. perbedaan antara kadar klorofil a dengan kadar klorofi badalah, rata-rata tiap tanaman kandungan klorofil b lebih banyak dibandingkan klorofil a. Sedangkan Untuk penentuan kadar klorofil total paling tinggi ialah pada daun tua dan yang paling rendah terdapat pada daun muda. Dengan kata lai kita dapat membuat simpulan awal bawasanya kadar klorofil akan semakin tinggi seiring dengan pertambahan umur daun.

B.Pembahasan
Berdasarkan analisis data dan grafik diatas memperlihatkan kadar klorifil yang semakin tinggi, berdasrkan pertambahan atau umur daun.Warna hjau daun sangat berkaitan erat dengan kandungan klorofil. Pada umumnya, semakin tua daun maka hijau warna daun akan semakin tinggi kandungan klorofilnya. Selain itu Struktur dan metabolisme daun tua telah lebih sempuran bila dibandingkan dengan daun muda dalam fotosintesis yang tinggi serta berpengaruh pada sintesis protein. Hal ini merupakan indikator pertama yang menunjukkan, bawasanya makin tua umur suatu daun maka akan semakin tinggi kadar klorofil yang dikandungnya.

Gb, unit reaksi pada fotosintesis
Perbedaan kadar klorofil berdasarkan tiap-tiap umur daun yakni daun muda dan daun tua disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Kandungan klorofil pada suatu daun akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur daun. Peningkatan ini terjadi sejalan dengan pertumbuhan dari daun muda menjadi daun tua, tanaman masih melakukan biosintesis klorofil.
Berdasarkan struktur dan kandungan dari daun tua lebih banyak membutuhkan nutrisi untuk keperluan hidup yakni sebagai sumber energi, maka dapat dikatakan bawasanya daun tua masih melakukan biosintesis klorofil. Sedangkan pada daun yang masih muda, kandungan klorofilnya masih sedikit, karena daun ini masih belum banyak melakukan biosintesis klorofil.. dalam hal ini faktor selain faktor internal, perbedaan kandungan klorofil juga dapat di pengaruhi faktor eksternal diantaranya intensitas cahaya, naungan, morfologi dan luas permukaan daun. Besar intensitas cahaya yang diterima atau diabsorpsi daun bergantung dari jumlah klorofil yang dimiliki oleh daun tersebut.
Pada jenis tanaman yang sama, tanaman yang tumbuh di tempat tak ternaung, kandungan klorofilnya lebih kecil dan luas daunnya lebih sempit. Hal ini berbeda dengan tanaman yang ternaung kandungan klorofilnya yang mengalami fototaksis lebih sedikit dari pada kondisi yang kurang cahaya , maka cahaya yang diterima oleh daun berupa cahaya difuse (tidak beraturan) sehinga akan dibutuhkan lebih banya klorofil untuk proses penangkapan energi cahaya sertapenampang daun lebih luas atau lebar bila dibandingakan dengan daun yang tak ternaung..
Hal lain yang mendasari Perbedaan kandungan klorofil pada suatu tumbuhan adalah adanya perbedaan massa jenis tanaman, varietas, status nutrisi, musim, jenis tanah, keadaan iklim setempat, stress dan penyakit tanaman serta nutrisi yang dimilikinya juga berpengaruh juga berpengaruh terhadap besarnya kandungan klorofil suatu tanaman.


C.Diskusi
* Kadar klorofil pada berbagai umur daun berbeda. Hal ini terjadi karena oleh beberapa faktor:
1.Dalam proses fotosintasis, klorofil berfungsi sebagai senyawa pigmen penerima cahaya dengan berbagai panjang gelombang tertentu yang nantinya gelombang ini dapat menyebabkan electron pada klorofil tereksitasi dari tingkat energi tertentu dan akan diterima oleh molekul penerima electron atau aseptor elektron .
2.Adanya intensitas cahaya yang mengenai daun berbeda, daun muda terletak dipucuk sehingga dengan adanya intensitas cahya yang banyak dengan jumlah klorofil yang dihasilkan banyak digunakan untuk proses fotosintesis maka akan memyebabkan rendahnya kadar klorofil.
3.Pada daun yang usianya tua kadar klorofilnya paling banyak halini disebabkan : pada daun tanaman yang sudah tua memiliki jaringan yang cukup komleks sehingga berdampak pada proses fotosintesis yang akan terjadi dengan maksimal. Selain itu pada daun yang sudah dewasa selain memiliki klorofil juga memiliki karetonoid yang digunakan untuk melakukan perlindungan sehingga klorofilnya tidak akan langsung mengalami fotosintesis secara belebihan. Selain itu dengan adanya karbohidrat pada daun yang usianya sudah tua pada saat proses fotosisntesis akan menghasilkan karbohidrat dalam jumlah yang banyak, hal ini berdampak pada meningkatnya produksi klorofil. Semua ini terjadi karena salah satu syarat dari terbentuknya klorofi adalah keberadaan dari karbohidrat tersebut.
4.Pada jenis tanaman yang sama, jumlah klorofil akan lebih banyak dimiliki pada tanaman yang berada pada tempat yang ternaung dibandingkan dengan tempat yang terdedah. Karena pada tempat yang ternaung jumlah intensitas cahaya yang ada, tidak sebanyak pada tempat yang terdedah. Akibatnya pada tanaman yang mengalami fotooksidasi pada daun tua lebih sedikit daripada daun yang lebih muda. Agar tanaman pada tempat yang ternaung dapat menerima cahaya secara maksimal, maka tanaman tersebut beradaptasi dengan membentuk lebih banyak klorofil agar dapat menerima cahaya lebih banyak. Sedangkan untuk tanaman yang terdedah intensitas cahanya lebih tinggi dan klorofil yang dihasilkannya pun lebih banyak digunakan pada proses fotosintesis, hal ini memngakibatkan pada rendahnya kadar klorofil yang dimiliki tananman terdedah.


BAB V
PENUTUP

A.Simpulan
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa kadar klorofil merupakan salah satu fator yang dapat mempengaruhi kecepatan fotosintesis sebab klorofil berfungsi sebagai penangkap cahaya pada saat proses fotosintesis . Kadar klorofil yang paling banyak terdapat pada daun yang berumur tua. Hal ini dikarenakan pada daun yang tua penangkapan cahaya yang akan diubah menjadi energi kimia lebih banyak bila dibandingkan dengan penangkapan energi cahaya pada daun yang berumur muda.



DAFTAR PUSTAKA

Djoseputro,Dwi.1989. pengantar fisiologi tumbuhan, Jakarta : Gramedia
Gardner, Franklin, et al. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Susilo Herawati,trans). Jakarta: UI Press.
Loveless, A. R. 1987. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 1. Jakarta: PT. Gramedia.
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan II. Bandung : ITB bandung.
Sri Rahayu dkk. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya : Laboratorium Fistum Unesa.

Minggu, 09 Januari 2011

UNTUK HIDUP YANG LEBIH BAIK

“Kesehatan”
  1. Minum banyak air putih
  2. Makan dengan porsi yang sesuai / seimbang
  3. Perbanyak makan sayuran & buah
  4. Hidup dengan prinsip 3E: Energy, Enthusiasm (semangat tinggi), dan Empathy (mampu memahami perasaan dan pikiran orang lain).
  5. Taat beribadah
  6. Luangkan waktu untuk berekreasi
  7. Membaca lebih banyak buku, dibandingkan tahun 2010
  8. Duduk dalam keheningan minimal 10 menit sehari.
  9. Tidur minimal 7 jam
  10. Berjalan kaki 10-30 menit setiap harinya. Dan saat berjalan, tersenyumlah. Perhatikan pemandangan dan suara yang tedengar di sekitarmu.

“Kepribadian”
  1. Jangan membandingan kehidupanmu dengan kehidupan orang lain. Anda tidak tahu persis mengenai perjalanan hidup mereka secara keseluruhan.
  2. Jangan punya pikiran negatif, apalagi melakukan hal-hal negatif yang tidak dapat dikontrol. Lebih baik Anda menyimpan energi untuk kejadian/peristiwa positif yang terjadi saat ini.
  3. Jangan berlebihan (dalam melakukan sesuatu). Kenali batas-batasnya, khususnya untuk tubuh sendiri.
  4. Jangan terlalu serius mengenai diri sendiri.
  5. Jangan buang-buang energi untuk gossip.
  6. Bermimpilah lebih banyak ketika Anda “terbangun” (siap action)
  7. Cemburu itu buang-buang waktu. Anda sudah memiliki semua yang ada perlukan.
  8. Lupakan masalah masa lalu. Jangan mengingat-ingat kesalahan pasangan/teman. Itu akan mengurangi kebahagiaanmu.
  9. Hidup ini terlalu singkat, untuk dipakai mengumbar kebencian. Jangan membenci orang lain.
  10. Berdamai dengan masa lalumu, jadi masa depanmu tidak rusak/kacau.
  11.  Tidak ada hal/orang yang bisa membuat Anda bahagia, kecuali Anda sendiri.
  12. Sadari bahwa kehidupan adalah “sekolah” dan Anda harus belajar. Masalah-masalah yang muncul, secara sederhana adalah bagian dari kurikulum. Seperti mata pelajaran, mereka muncul, kemudian menghilang (setelah Anda lulus). Namun ilmunya, tetap Anda miliki seumur hidup
  13. Tersenyum dan tertawalah lebih sering.
  14. Anda tidak perlu memenangkan setiap diskusi atau adu argumentasi. Agree to disagree (pepatah asing; artinya setuju untuk tidak setuju/perbedaan pendapat). Kita juga harus menghargai / menghormati pikiran orang lain.

“Kehidupan Sosial”
  1. Telepon / berkomunikasi dengan anggota keluarga lebih sering.
  2. Setiap hari, berikan sesuatu yang baik pada orang lain.
  3. Maafkan setiap orang, untuk segalanya.
  4. Habiskan waktu luang lebih banyak dengan orang-orang yang berusia di atas 70 tahun, atau di bawah 6 tahun.
  5. Cobalah untuk membuat minimal 3 orang tersenyum setiap harinya.
  6. Apa yang orang-orang pikirkan tentang diri Anda, bukan urusan Anda.
  7. “Pekerjaan” tidak akan menaruh perhatian pada Anda, ketika Anda sakit. Tapi “teman-teman” Anda peduli. Jadi, tetaplah saling berkomunikasi dan memperhatikan satu sama lian.

“Hidup”
  1. Lakukan hal yang benar!
  2. Hindari hal-hal yang tidak bermanfaat, tidak bagus, atau tidak membuat Anda bahagia.
  3. Tuhan menyembuhkan segalanya.
  4. Bagaimanapun bagus atau jeleknya sebuah situasi, semua itu akan mengalami perubahan.
  5. Jangan terlalu peduli mengenai perasaan tidak enak yang Anda rasakan. Bangkit dan tunjukkan bahwa Anda baik-baik saja.
  6. Hal yang terbaik belum datang!
  7. Ketika bangun untuk memulai hari yang baru, berterima kasihlah kepada Tuhan.
  8. Berbahagialah
  9. Silakan bagikan lagi, ke teman-teman lainnya. Indahnya berbagi; share and be happy.

IDENTIFIKASI KEKAYAAN AVERTEBRATA PANTAI MODUNG MADURA

IDENTIFIKASI KEKAYAAN AVERTEBRATA PANTAI MODUNG MADURA
Laporan Praktikum Lapangan
TAKSONOMI AVERTEBRATA
PANTAI MODUNG, MADURA



Oleh
KELOMPOK 1
Alfiatus Sholhah (093244010)
Dinda Meilia .P. (093244030
Arif Susanto (063204017)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2010


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam atas limpahan berkat, nikmat dan pertolongan-Nya laporan ini pada akhirnya dapat terselesaikan. Sholawat ma’as salam semoga senantiasa tercurah atas tauladan hidup yakni nabi Muhamad SAW.
Penulisan laporan penelitian dengan judul “identifikasi kekayaan avertebrata pantai modung maduraLaporan proyek praktikum lapangan taksonomi avertebrata di pantai modung membahas tentang identifikasi kekayaan avertebrata yang ada di pantai modung.
Penulisan laporan ini dapat selesai dengan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
  1. Bapak dan Ibu Dosen matakulai Taksonomi Avertebrata.
  2. Teman-teman kelompok TA 2009 yang telah berjuang tenaga, materi dan pemikiran untuk kesuksesan praktikum lapangan di pantai modung.
Penulis menyadari laporan ini sangat sederhana dan penuh dengan kekurangan, sehingga jauh dari kesempurnaan. Akhirnya Penulis berharap semoga dengan adanya penelitian ini dapat bermanfaat untuk orang lain. Amin

Surabaya, 3 Januari 2011




Penulis 








BAB I
PENDAHULUAN

Pantai adalah bagian daratan yang berbatasan dengan laut yang masih terpengaruh oleh proses- proses abrasi ( pengikisan oleh air laut ), sedimentasi (pengendapan ), dan pasang surut air laut. Menurut bentuknya pantai dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pantai landai dan pantai terjal. Kalau kita pergi ke suatu pantai dimana kita dapat turun langsung ke air laut dan dapat. Pesisir adalah daratan di tepi laut yang tergenang pada saat air pasang dan kering pada saat air laut surut. Wilayah pesisir lebih luas daripada wilayah pantai. Wilayah pesisir lebarnya bisa mencapai antara 50-100 m.
Pada wilayah pesisir tedapat proses perembesan air laut, pasang surut air laut, dan hembusan angin laut. Sedangkan di peairan masih dipengaruhi oleh sifat-sifat daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar. Pesisir merupakan daerah yang rawan terhadap proses abrasi serta kerusakan yang ditimbulkan oleh aktifitas manusia. Oleh sebab itu, daerah-daerah pantai harus dilestarikan fungsinya.
Pantai Modung merupakan salah satu pantai yang berada di selatan Pulau Madura, tepatnya di Kabupaten Bangkalan-Madura.Pantai Modung tidak jauh dari pemukiman masyarakat. Zona intertidal Pantai Modung di tumbuhi mangrove dan banyak karang.Zona intertidal seagai habitat hewan avertebrata.
D
1
alam menunjang kegiatan belajar kami dalam mata kuliah Taksonomi Avertebrata, kami melakukan observasi di Pantai Modung, terutama pada zona intertidal.
Hasil observasi yang kami peroleh berupa data tentang keanekaragaman avertebrata yang ada di Pantai Modung. Data ini sangat penting bagi kami maupun pembaca karena dengan adanya observasi di lapangan secara langsung dengan menghasilkan spesimen-spesimendan data,kami dapat lebih mengetahui macam-macam avertebrata yang selama ini kita pelajari.
B. Tujuan Kegitan Prktikum
Adapun tujuan Kegiatan praktikum yang dilakukan di Pantai Modung, Bangkalan-Madura adalah sebagai berikut:
  1. Mengambil sampel hewan-hewan avertebrata dengan benar
  2. Mengawetkan sampel hewan-hewan avertebrata dengan benar
  3. Memilah sampel hewan-hewan avertabrata berdasarkan masing-masing takson.
  4. Mengidentifikasi hewan avertebrata hingga kategori kelas.
  5. Mengumpulkan data dengan cara observasi lapangan.
C. Manfaat Kegiatan Praktikum
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan praktikum di Pantai Modung, Bangkalan-Madura adalah sebagai berikut:
  1. Mahasiswa lebih terampil dalam mengambil hewan-hewan avertebrata.
  2. Mahasiswa mampu mengwetkan sendiri sampel hewan-hewan avertebrata
  3. Mahasiswa dapat menggolongkan berbagai macam avertebrata dalam masing-masing takson.
  4. Mahasiswa dapat mengetahui identifikasi hewan avertebrata hingga kategori kelas.
  5. Mahasiswa dapat belajar observasi lapangan dengan benar.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. ZONA-ZONA LAUT
Sekitar 2/3 luas bumi adalah laut. Laut memiliki kedalaman rata-rata 3 km. Yang paling dalam adalah laut barat samudra pasifik dengan kedalaman 11 km.  Air laut memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang berbeda denga air tawar. Ini dikarenakan berbedanya komposisi zat di dalam air. Garam dalam air laut sekitar 3.2%- 3.5%.(Pajajaran diving society)
Gambar .1. Pembagian zona laut (pajajaran diving society)
Berdasarkan tembus tidaknya cahaya matahari, laut dibagi menjadi dua zona. Zona fotik yang masih dapat ditembus cahaya dan fotosintesis masih dapat terjadi. Zona fotik biasanya hanya beberapa ratus meter dari permukaan. Zona yang tidak tembus cahaya di sebut zona afotik (abissal). 
P
4
ara ahli ekologi membagi laut menjadi tiga zona berdasarkan dengan lempeng benua menjadi:
a. Zona Intertidal
Yaitu bagian pasang surut, dimana bagian ini secara periodik terisi oleh air pada saat pasang. Biasanya pada pesisir pantai. Organisme yang sering terdapat pada zona ini biasanya alga, anemon laut, kepiting, kerang, ikan kecil, bulu babi dan bintang laut. 
b. Zona Neritik
Dari zona intertidal ke lempeng benua disebut zona neritik. Zona neritik ini kaya dengan plankton (mikrorganisme yang mengapung dan terbawa arus). Pada bagian ini banyak terdapat terumbu karang. Pada bagian ini terdapat berbagai jenis ikan, penyu, anemon, dll.
c. Zona Samudra
Merupakan samudra yang dalam dan luas. Walaupun diatasnya masih tertembus cahaya matahari namun kadar nutrisi bagi mahkluk hidup sangat rendah. Namun karena sangat luas, maka produktivitas sangat tinggi dibanding zona neritik. Pada permukaanya terdapat plankton. Ikan di zona ini biasanya besar seperti paus.
B. PULAU MADURA
Pulau Madura terletak di timur laut Jawa terletak diantara 112o dan 114o bujur timur. Luas Pulau Madura 4.887 Km2,. Panjangnya kurang lebih 190 Km dan jarak yang terlebar 40 Km. Pantai utara merupakan suatu garis panjang yang hampir lurus. Pantai selatannya di bagian timur mempunyai dua teluk yang besar terlindung oleh pulau-pulau, gundukan pasir dan batu-batu karang.
Gambar .2. pulau madura (http://zkarnain.tripod.com)
Batas-batas administrasi Pulau Madura adalah:
  1. Batas sebelah utara: Laut Jawa
  2. Batas sebelah selatan: Selat Madura
  3. Batas sebelah timur: Laut Jawa
  4. Batas sebelah barat: Selat Madura
Kondisi geografis pulau Madura dengan topografi yang relatif datar di bagian selatan dan semakin kearah utara tidak terjadi perbedaan elevansi ketinggian yang begitu mencolok. Selain itu juga merupakan dataran tinggi tanpa gunung berapi dan tanah pertanian lahan kering. Iklim di daerah ini adalah tropis dengan suhu rata-rata 26,90C. Musim kemarau kering rata-rata 2-4 bulan atau pada musim kemarau panjang 4-5 bulan. Curah hujan rata-rata antara 1500 – 200 mm dengan jumlah hari hujan sekitar 88 hari pertahun. Suhu udara maksimum rata-rata 30,50C. Kelembaban rata-rata 79 %.
Komposisi tanah dan curah hujan yang tidak sama dilereng-lereng yang tinggi letaknya justru terlalu banyak sedangkan di lereng-lereng yang rendah malah kekurangan dengan demikian mengakibatkan Madura kurang memiliki tanah yang subur.
Ekositem Pantai pulau madura
a.Hutan Mangrove
Di sepanjang garis pantai pulau madura dijumpai adanya hutan mangrove. Hutan mangrove juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang sangat penting di wilayah pesisir sebab memiliki fungsi ekologis dan fungsi ekonomis.
b.Terumbu karang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis. Termasuk di pantai modung pulau madura. Meskipun terumbu karang juga terdapat di seluruh perairan di dunia.
C. TAKSONOMI dan ANGGOTA AVERTEBRATA
Taksonomi adalah studi teoretis tentang pengkasifikasian atau penggolongan suatu organisme, termasuk dasar-dasar, prinsip-prinsip, prosedur, dan aturan-aturannya. Urutan tingkatan takson adalah, Kingdom, Filum, Kelas, Ordo, Familia, Genus, dan Spesies.Klasifikasi hewan didefinisikan sebagai penggolongan hewan ke dalam kelompok tertentu berdasarkan kekerabatannya, yaitu yang berhubungan dengan kontiguitas (kontak), kemiripan, atau keduanya. Klasifikasi dapat berdasarkan hubungan evolusi, habitat, dan cara hidupnya. Sistematika didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang jenis-jenis dan keanekaragaman organisme dan semua kekerabatan di antara organisme tersebut.Keberhasilan reproduksi ditentukan oleh adaptasi tingkah laku, morfologi, atau fisiologi, baik secara langsung atau tidak langsung.
Reproduksi pada avertebrata dapat secara seksual atau aseksual. Reproduksi seksual selalu mengikutkan penyatuan materi genetik dari dua genom. Sedangkan reproduksi aseksual adalah reproduksi tanpa terjadinya pembuahan. Pembuahan pada hewan Avertebrata dapat terjadi secara internal (di dalam tubuh) atau eksternal (di luar tubuh). Beberapa filum avertebrata yang umum kita jumpai antara lain :
a. Porifera
Porifera tersusun atas hewan-hewan multiseluler primitif yang disebut dengan istilah sepon. Rangka tubuh sepon tersusun atas spikula yang bervariasi bentuknya dan penting sebagai karakter untukldentifikasi dan tclasiRkasi’ Reproduksi pada sepon dapat dilakukan secara aseksual maupun seksual. Sepon bersimbiosis mutualistik dengan Cyanobacteria di mana sepon menyediakan ruangan.bagi Cyanobacteria dan sebaliknya Cyanobacteriu menyediakan oksigen dan nutrien bagi sepon. Porifera tersusun atas kelas Calcarea (sepon sejati, Hexactinelida (sepon gelas), Sclerospongiae, dan Demospongiae.
Filum Placozoa merupakan hewan multislluler yang memiliki bentuk seperti sepon, Tubuh terdiri dari dua lapis sel tanpa organisani yang jelas’ Anggota filum ini hanya satu jenis yang diketahui yaituTrichoplax adhaerens dan hidup di laut.
b. Radiata: Cnidaria dan Ctenophora
Radiata adalah kelompok hewan yang simetri tubuhnya radial dan memiliki lapisan lembaga yang diploblastik (filum Cnidaria) dan triplobalastik (filum Ctenophora). Cnidaria memiliki mulut yang merupakan satu-satunya lubang menuju ke system digesti sehingga hewan-hewan anggota kelompok ini disebut hewan yang bersistem pencernaan tak sempurna.
Sistem digesti Cnidaria berbentuk kantung dan biasa disebut selenteron atau rongga gastrovaskuler. Di rongga usus ini, makanan dicerna secara ekstraseluler.Tentakel yang mengelilingi lubang mulut Cnidaria dilengkapi dengan sejumlah sel-sel alat sengat yang disebut nematosis untuk pemangsaan. Filum Cnidaria terdiri atas 4 kelas, ialah Scyphozoa, Cubozoa, Hydrozoa, dan Anthozoa.
Dalam daur hidupnya, Cnidaria mengalami metagenesis (pergantian generasi) antara bentuk polip dan bentuk medusa. Pada kelas Scyphozoa dan Cubozoa, bentuk medusa adalah stadium yang utama. Sebaliknya, pada Hydrozoa dan Anthozoa, bentuk polip adalah stadium yang utama; bahkan bentuk medusa tidak dikenal pada Anthozoa.
Reproduksi pada hewan Cnidaria dapat melalui cara aseksual (biasanya dengan tunas) dan cara seksual (pembuahan gamet betina oleh gamet jantan). Pada medusa Scyphozoa, gonad berkembang di jaringan gastrodermis. Setelah pembuahan, Scyphozoa mengalami 5 stadium dalam daur hidupnya, ialah planula, skifistoma, strobila, efira, dan medusa. Daur hidup pada Cubozoa mirip Scyphozoa, tetapi stadium strobila (dan tentu saja efira) tidak dilaluinya.
Skifistoma dari Cubozoa dapat bertunas untuk memperoleh polip baru atau langsung bermetamorfosis menjadi medusa baru. Mulut dari medusa Hydrozoa disebut manubrium. Lubang mulutnya ditopang oleh velum, suatu jaringan yang berupa membran. Jaringan otot Cnidaria terdapat di lapisan mesoglea. Kontraksi otot di jaringan tersebut menyebabkan hewan ini bergerak.
Berbeda dari Cnidaria, pada Ctenophora tidak dijumpai polimorfisme dan spesies yang berkoloni. Juga, pada setiap sel tubuh Ctenophora dijumpai dua atau lebih silia. Hewan Ctenophora ini bergerak dengan bantuan silia berbentuk barisan sisir-sisir sepanjang poros oral-aboral, dan umumnya berjumlah 8 lajur.Sistem digesti Ctenophora sudah sempurna.
Berbeda dari Cnidaria, tentakel Ctenophora yang hanya sepasang ini, dipenuhi oleh sel-sel koloblas.Tidak seperti Cnidaria yang diesis, pada umumnya Ctenophora adalah hewan yang hermafrodit simultan, walaupun ada beberapa anggotanya yang melakukan reproduksi secara aseksual (biasanya melalui fragmentasi).
c. Platyhelminthes
Filum Platyhelminthes adalah sebuah takson dari kelompok cacing yang betubuh pipih, tidak berongga, triploblastik, dan bersimentri bilateral. Filum ini terdiri atas 3 kelas, ialah Turbellaria, Cestoda, dan Trematoda. Sekitar 80% dari spesies cacing Platyhelminthes bersifat parasitik. Cacing Platyhelminthes tidak memiliki saluran pencernaan yang sempurna dan tidak memiliki organ respirasi maupun sistem sirkulasi. Platyhelminthes.memiliki sistem saraf yang sederhana berupa jaringan saraf yang tersebar.
Organ ekskreasi Platyhelminthes berupa ginjal primitif (protonefridia) yang disebut sel api atau sel obor. Organ ini berfungsi menjaga keseimbangan ion dan air, serta membuang sisa-sisa hasil metabolisme.Reproduksi cacing Platyhelminthes bersifat hermafrodit simultan. Daur hidup cacing Platyhelminthes umumnya melalui stadium larva. Larva Muller adalah larva cicing pipih yang hidup bebas di laut, sedangkan mirasidium dan serkaria adalah larva-larva cacing pipih yang hidupnya parasitik.
Sebagian besar cacing Platyhelminthes yang hidup bebas (kelas Turbellaria) berhabitat lautan, beberapa spesies hidup di perairan tawar, dan hanya sedikit spesies yang hidup di daratan. Epidermis tubuh cacing pita (kelas Cestoda) disebut tegumen, skoleks yang penuh dengan kait dan batil isap berada di bagian anterior dan rangkaian proglotid di bagian belakangnya.
Dalam daur hidupnya, cacing pita ini umumnya memerlukan 2 macam inang : inang utama dan inang perantara. Cacing Platyhelminthes dari kelas Trematoda terbagi menjadi dua kelompok besar : Monogenea dan Digenea. Cacing Monogenea adalah cacing ektoparasit yang tidak membutuhkan inang antara dalam daur hidupnya, sedangkan cacing Digenea adalah cacing endoparasit yang membutuhkan inang perantara sebelum mencapai inang utama.Cacing Platyhelminthes yang bersifat parasitik (Cestoda dan Trematoda) menjadi penyebab penyakit yang ganas pada ternak dan manusia, dan berdampak kerugian ekonomi yang cukup besar.
d. Mesozoa, Gnathostomulida, dan Rhynchocoela
Mesozoa adalah kelompok hewan bersel banyak yang dalam klasifikasi ditempatkan antara Protista dan Platyhelminthes (Metazoa). Setiap sel tubuh Mesozoa memunculkan dua atau lebih silia. Lapisan lembaga, sistem digesti, sistem sirkulasi, sistem respirasi, ataupun system saraf, tidak dipunyai oleh Mesozoa.Semua anggota kelompok hewan Mesozoa hidupnya parasitik terhadap hewan avertebrata laut lainnya.
Daur hidup Mesozoa dari filum Orthonectida melalui stadium plasmodia (bentuk amoeba), sedangkan Mesozoa dari filum Rhombozoa melalui stadium nematogen (bentuk cacing). Hewan Orthonectida melakukan reproduksi secara diesis, sedangkan hewan Rhombozoa adalah hermafrodit simultan.
Hewan dari filum Gnathostomulida melakukan reproduksi secara hermafrodit dan pada filum ini tidak dikenal adanya stadium larva.Rhynchocoela bertubuh pipih dorsovental, tak bersegmen, dan memanjang seperti cacing pita. Mereka sudah memiliki sistem digesti yang sempurna, sistem sirkulasi yang sejati, dan melakukan respirasi dengan cara difusi.Rongga tubuh Rhynchocoela dipenuhi oleh sel-sel mesoderm yang membentuk jaringan parenkim; yang tersisa hanyalatr rongga tubuh di bagian anterior yang disebut rinkosel.Rhynchocoela umumnya melakukan reproduksi secara seksual (diesis atau hermafrodit). Larvanya disebut pilidium.
e. Nematoda
Nematoda merupakan salah satu anggota pseudocoelomata yang rongga badannya berupa pseudosol. Nematoda yang hidup bebas sebagian besar hidup di laut, perairan tawar, dan di tanah. Bentuk badan yang silindris merupakan adaptasi terhadap lingkungannya, khususnya bagi nematoda yang hidup di sedimen, dan spesies teresfrial yang hidup di lapisan tipis air sekeliling partikel tanah. Sebagian besar nematode merupakan spesies parasit yang penting, misalnya cacing Ancylostoma, Ascaris, Trichinella, dan Trichuris. Bentuk badan yang silindris dengan otot dinding badan longitudinal, kutikula yang elastik, dan tekanan hidrostatik cairan pseudosoelom sangat membantu menimbulkan gerakan undulatori sehingga memudatrkan bergerak bagi nematoda.
Perilaku makan pada nematoda melibatkan gerakan otot faring untuk menelan. Gigi atau stilet umumnya terdapat pada nematoda yang karnivor dan nematoda pemakan tumbuhan (herbivor). Sebagian besar nematoda bersifat diesis, fertilisasinya internal, beberapa ada yang hermafrodit dan reproduksinya dengan cara parthenogenesis.
Rotifera adalah termasuk pseudocoelomata yang berukuran mikroskopis. Sebagian besar hidup di perairan tawar, hidup bebas dan ada yang parasit pada avertebrata’ Pada ujung anterior terdapat sekelompok silia yang tersusun dalam lingkaran (korona). Alat pencernaannya yaitu faring mengalami modifikasi sebagai penggiling makanan. Alat kelamin jantan dan betina terpisah, reproduksinya dapat secara seksual dan partenogenesis.
Secara partenogenesis, individu betina menghasilkan telur yang dorman Nematomorpha adalah kelompok pseudocoelomata yang secara morfologis mirip dengan nematoda. Bentuk tubuh cacing ini silindris panjang, berukuran makroskopis dengan panjang mencapai 1 m dan lebar tubuhnya kurang dari 1 mm.
Secara internal cacing ini pada yang dewasa maupun dewasa muda tidak mempunyai sistem ekskretori, dan nutrisinya hanya diperlukan pada saat berada di dalam tubuh hospes (arthropoda) yaitu dengan absorpsi langsung melalui dinding tubuh, otot dinding tubuhnya hanya mempunyai otot longitudinal. Individu anggota filum Nematomorpha bersifat diesis dan fertili sasinya internal.
Acanthocephala merupakan salah satu kelompok aschelminthes yang semua anggotanya hidup sebagai endoparasit yang memerlukan dua hospes dalam daur ‘hidupnya. Stadium dewasa muda hidup sebagai parasit pada crustasea dan insekta, sedangkan stadium dewasanya hidup di dalam saluran pencernaan vertebrata, khususnya ikan .
Pada yang dewasa, tubuhnya dibedakan menjadi tiga bagian yaitu : probosis, leher, dan badan. Tubuh pada umumnya berukuran kecil yaitu hanya mencapai beberapa cm. Individunya bersifat diesis, organ kelamin jantan dan betina terpisah. Reproduksinya dengan cara seksual (kopulasi), dan fertilisasinya internal. Pada umumnya acanthocephala tidak mempunyai sistem ekskretori yang khusus, dinding tubuhnya tidak dilapisi oleh kutikula, dan mempunyai otot sirkular dan longitudinal, sistem sirkulasinya dengan sistem saluran lakuna.
f. Annelida
Filum Annelida merupakan cacing selomata berbentuk gelang yang memiliki tubuh memanjang, simeffi bilatiral, bersegmen, dan permukaannya dilapisi kutikula. Dinding tubuh dilengkapi otot. Memiliki prostomium dan sistem sirkulasi. Saluran pencernaan lengkap. Sistem ekskresi sepasang nephridia di setiap segmen. Sistem syaraf tangga tali.
Annelida dibagi menjadi kelas Polychaeta, Oligochaeta, Archiannelida, dan Hirudinea. pembagian ke dalam kelas terutama didasarkan pada segmentasi tubuh. seta, parapodium, sistem sirkulasi, ada tidaknya batil isap, dan sistem reproduksi’ Kelas iotyct aetu dibagi menjadi kelompok Errantia dan Sedentaria didasarkan pada kesempurnaan bentuk parapodium, siri, ada tidaknya rahang, probosis, bentuk segmen’ an letak insang.
Kelas Oligochaeta dibagi menjadi ordo Plesiopora, Prosotheca, Prosopora, dan Opisthopora berdasarkan alat ekskresi, letak gonofor, dan letak spermateka. Kelas girudinea dibagi menjadi ordo Acanthobdellida, Rhynchobdellida, dnathobdellida, dan Erpobdellida berdasarkan ada tidaknya batil isap dan probosis, serta septum pada segmen tubuh.
g. Mollusca
Hewan Mollusca memiliki tubuh yang lunak, bercangkang atau tidak dan diselaputi lendir. Kaki Mollusca terletak di ventral dan dilengkapi otot yang kuat. Bagian anterior tubuh bermodifikasi menjadi kepala. Saluran pencernaan pendek dan terpilin. Sistem sirkulasi tertutup. Sistem ekskresi terdiri atas I – 7 pasang nepridia. Sistem syaraf terdiri atas pasangan serebral, pleural, pedal, dan ganglion viseral.
Mollusca bernafas dengan insang atau paru-paru. Reproduksinya monoesis, dioesis atau hermaprodit dengan fertilisasi internal/eksternal. Larva bila ada umumnya berbentuk trokofor. Mollusca hidup pada habitat yang beragam di laut, air payau atau terestrial di air tawar atau daratan.
Filum Mollusca dibagi menjadi kelas Monoplacophora, Aplacophora, Polyplacophora, Scaphopoda, Gastropoda, Pelecypoda, dan Cephalopoda. Pembagian tersebuterutama didasarkan pada cangkang dan kaki. Kelas Monoplacophora merupakan Mollusca purba dengan cangkang tunggal berbentuk kerucut. Kelas Aplacophora berbentuk seperti cacing tanpa cangkang, dibagi menjadi ordo Neomenioidea dan Chaetodermatoidea berdasarkan kaki dan sistem reproduksi. Kelas Polyplacophora merupakan Mollusca dengan jumlah cangkang delapan buah, berdasarkan susunan cangkang dibagi menjadi ordo Lepidopleurida dan Chitonida.
Kelas Scapophoda memiliki satu cangkang berbentuk tanduk. Ketiga kelas dari’ Mollusca tersebut seluruhnya hidup di laut. Kelas Gastropoda merupakan Mollusca yang memiliki cangkang tunggal dengan bentuk beragam. Gastropoda dibagi menjadi subkelas Prosobranchia (3 ordo), Opisthobranchia (8 ordo), dan Pulmonata (2 ordo) berdasarkan alat pernafasannya, sedangkan pembagian ke dalam ordo terutama didasarkan pada insang, cangkang, dan letak mata. Gastropoda hidup pada berbagai habitat di laut, air payau, air tawar dan daratan.
Kelas Pelecypoda memiliki sepasang cangkang dengan kaki berbentuk seperti kapak. Pembagian kedalam subkelas Palaeotaxodonta (1 ordo), Cryptodonta (1 ordo), Pteriomorpha (2 ordo), Paleoheterodonta (2 ordo), Heterodonta (3 ordo), dan Anomalodesmata (1 ordo) terutama didasarkan pada gigi engsel, sedangkan pembagian ke dalam ordo pada umumnya didasarkan pada otot adduktor, insang, dan sifon. Pelecypoda hidup di perairan laut, payau, dan tawar. Kelas Cephalopoda dicirikan dengan letak kaki di kepala.
Cephalopoda dibagi subkelas Nautiloidea, Ammonoidea, dan Coleoidea (5 ordo). Pembagian ke dalam subkelas didasarkan pada ada tidaknya cangkang dan jumlah lengan, sedangkan pembagian ke dalam ordo terutama didasarkan pada letak cangkang dan anatomi mata. Cephalopoda seluruhnya hidup di laut.
h. Arthropoda
Arthropoda merupakan filum yang memiliki jumlah anggota yang terbanyak, yaitu 75% dari hewan yang telah diketahui sampai saat ini. Dapat ditemukan di setiap ekosistem yang ada di bumi. Tubuhnya memiliki segmen yang disebut tagmatisasi, pada insekta dan crustacean memiliki tiga tagma yang telah terpisah: kepala, dada, dan perut. Tubuh dilapisi oleh kutikula yang mengandung khitin. Jumlah anggota tubuh’(alat gerak) sangat bervariasi tergantung pada kelasnya.
Tardigrada dan Onychophora merupakan filum peralihan antara Annelida dengan Arthropoda. Tubuh dilapisi oleh khitin yang secara periodik mengelupas. Rongga tubuh utama berupa hemocoel. Memiliki anggota gerak (kaki), pada Tardigrada berjumlah 4 pasang, sedangkan pada Onychopora 20 pasang. Tardigrada memiliki kemampuan cryptobiosis, yaitu kemampuan untuk mempertahankan diri dalam lingkungan yang ekstrim, misalnya suhu yang dingin atau kekeringan.
Lophophora yang beranggotakan tiga filum (Phoronida, Brachiopoda, dan Bryozoa) memiliki circumoral dan terdapat tentakel di sekitarnya, anus terletak di luar lingkaran mulut tersebut. Sedangkan pada Entoprocta, anus terletak di dalam lingkaran tentakel tersebut. Sebagian besar anggota Lophophora dan Entoprocta hidup sesil menempel pada substrat. Mengambil makanan dengan cara menyaring air atau endapan yang melalui tentakel. Filum Echiura dan Sipuncula berbentuk seperti cacing (vermiform), hidup menetap (sesil) di dasar laut dengan membuat lubang. Cara makan hewan ini dengan menyaring detritus atau deposit yang ada disekitarnya.
i. Echinoderma
Kelompok Echinodermata memiliki tiga karakteristik yang paling menonjol, yaitu: tubuh yang simetri radial pentamerus, osikel-osikel berkapur (calcareous osicles), sistem peredaran-air (water vascular system).Filum Echinodermata terbagi menjadi 5 kelas, yaitu kelas Asteroidea, kelas Ophiuroidea, kelas Echinoidea, kelas Holothuroidea, dan kelas Crinoidea.
Perbedaan ophiuroid dengan asteroid adalah: (1) pada ophiuroid lengan tidak menyatu dengan cakram pusat, (2) struktur lengan lebih padat, (3) tidak memiliki celah ambulakral, papula maupun pediselaria, serta (4) madreporit terletak pada pemukaan oral tubuh. Kelompok Echinoidea memiliki struktur khusus yaitu lentera Aristoteles, yang digunakan sebagai alat kunyah. Kelompok Holothuroidea memiliki kemampuan mengeluarkan organ Tubules of Cuvier sebagai fenomena pertahanan. Selain itu Holothuroidea mampu mengeluarkan organ dalam yang dikenal dengan istilah eviserasi.Krinoid terdiri atas lili laut yang sesil, dan bintang bulu yang hidup bebas. Tubuh krinoid memiliki ciri khas yaitu dengan adanya mahkota pentamerus dan kaliks.Sebagian besar Holothuroidea memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi.
j. Hemicordata
Hemichordata tidak memiliki notochord, tetapi memiliki dua karakteristik kelompok chordata, yaitu: celah insang (pharyngeal gill slits) dan jalinan syaraf (nerve cord) di daerah dorsal. Filum Hemichordata terbagi menjadi dua kelas yaitu: kelas Enteropneusta dan Fterobranchia.Kelompok hewan dalam kelas Enteropneusta dan Pterobranchia memiliki persamaan dalam pembagian tubuh yaitu terdiri atas 3 bagian: bagian kepala (head/anterior), bagian leher (collar), dan bagian batang tubuh (trunk).
Hewan dalam kelas Enteropneusta bersifat diesis dengan fertilisasi eksternal, sedangkan koloni dalam kelas Pterobranchia bersifat diesis dengan fertilisasi internal.Tubuh Chaetognatha (cacing panah) terdiri atas kepala, batang tubuh, dan ekor. Kepala memiliki duri pencengkeram (grasping spines) untuk menangkap mangsa.Chaetognatha bersifat hermafrodit, dan fertilisasi dilakukan secara internal.
Filum Pogonophora terdiri atas dua kelompok, pogonophora perviate dan pogonophora obdurate (vestimentiferan) yang dapat dibedakan dari ujung anterior yaitu tentakel. Tentakel-tentakel vestimentiferan tumbuh bergabung dan mengelilingi suatu struktur obturakula, sedangkan tentakel pada perviate tidak bergabung dan tumbuh di bagian lobus sefalik (cephalic lobe).
k. Chordata Nonvertebrata
Chordata nonvertebrata memiliki tiga karakterisrtik hewan insang, jaringan syaraf dorsal, dan notochord. vertebrata, yaitu: celah. Filum Chordata nonvertebrata terdiri atas subfilum Urochordata dan Cephalochordata. Subfilum Urochordata terdiri atas 3 kelas yaitu: Ascidiacea yang bersifat bentik, Larvacea, dan Thaliacea yang bersifat planktonik.
Cephalochordata secara kolektif dikenal sebagai lanselet dan secara individual dikenal sebagai amphioxus. Amphioxus merupakan peralihan antara avertebrata dan vertebrata, dan memiliki notochord berbentuk sel-sel cakram yang memanjang dari ujung ekor hingga rostrum.
(Sundowo Harminto, Taksonomi Avertebrata Karya)








BAB III
METODE PENELITIAN
A. Sasaran praktikum lapangan
Pada praktikum ini, ada dua sasaran penelitian yaitu:
  1. Hewan-hewan avertebrata
  2. Masyarakat Pesisir Pantai modung.
B. Lokasi
Pencarian dan pengumpulan data berupa hasil observasi (pengambilan sampel dengan cara sampling/Plot) dan wawancara dengan nelayan, penduduk sekitar Pantai Modung.
C. Definisi operasional
        1. Teknik sampling dipilih dari suatu populasi untuk mengadakan generalisasi. Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.
        2. Wawancara adalah percakapan dengan maksud teretentu. Pada penelitian ini jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan petanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. (Lexy, 2007)
D. Prosedur Kerja
Terdapat dua tahap yang dilaksanakan dalam praktikum ini, yaitu:
  1. t
    21
    ahap persiapan
  2. tahap pelaksanaan
  1. Tahap Persiapan
a.1. Mempersiapkan semua alat dan bahan (kecuali air laut) selembat-lambatnya sehari sebelum praktikum.
a.2. Mempelajari kembali materi kuliah dan praktikum yang telah diberikan dosen.
a.3. Bekerjasama secara aktif dengan anggota kelompok praktikum.
  1. Tahap Pelaksanaan
b1. Mengambil sampel pada satu garis transek dari tepi pantai ke arah laut(daerah intertidal), baik atas, tengah, maupun bawah. Setiap daerah intertidal diambil dua kuadran samplingberukuran 1m x 1m.
b2. Hewan avertebrata yang terdapat di setiap kuadran diamati dan didokumentasikn. Pisahkan setiap spesimen dari daerah intertidal atas, tengah, bawah.
b3. Untuk mengetahui spessies infuna, letakkankuadran 30cm x 30cm, selanjutnya digali hingga kedalaman 30cm. Catat hewan avertebrata yang telah di temukan.
b4. Semua spesies yang telah ditemukan dan dipisahkan berdasarkan takson masing-masing.
b5. Identifkasikan hasil observasi hingga kategori kelas, (hingga kategori spesies lebih baik).
E. Metode pengumpulan data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada praktikum ini adalah metode observasi. Observasi dilkukan di wilayah Pantai Modung, Bangkalan-Madura. Dalam praktikum ini, yang menjadi sasaran adalah jenis-jenis avertebrata yang ada di Pantai Modung, serta keterangan yang di dapatkan dari masyarakat sekitar Pantai Modung.

F. Analisis data
Data yang diperoleh dari observasi (pengambilan sampel dengan cara sampling/Plot) dan wawancara dengan penduduk akan dianalisis secara deskriptif.






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
  1. Hasil penelitian
Dari penelitian ini diperoleh data berupa hasil observasi mengenai jenis-jenis avertebrata apa saja yang terdapat di pantai modung. Data tersebut disajikan dalam table 1 dan table 2 berikut ini:
Table 1. jenis-jenis avertebrata apa saja yang terdapat di pantai modung.
No
kingdom
phylum
Classis
Terdiri dari ... spesies
Animalia
Mollusca
Bivalvia
12 ( spesies)
Animalia
Mollusca
gastropoda
8 ( spesies)
Animalia
Mollusca
Polyplacophora
1 ( spesies)
Animalia
echinodermata
asteroidea
1 ( spesies)
Animalia
echinodermata
ophiuroidea
1 ( spesies)
Animalia
echinodermata
holothuroidea
1 ( spesies)
Animalia
Arthropoda
crustacea
1 ( spesies)
Animalia
coelenterata
scypozoa
1 ( spesies)
Animalia
c
25
oelenterata
anthozao
5 ( spesies)
Animalia
porifera
calcarea
1 ( spesies)
Jumlah keseluruhan terdapat 5 filum, 10 classis dan 33 spesies

Berdasarkan data yang terdapat pada tabel diatas diketahui jenis avertebrata yang terdapat di pantai modung terdiri dari 5 filum, 10 classis dan 33 spesies. 10 classis avertebrata yang terdapat di pantai modung yaitu: Bivalvia, gastropoda, Polyplacophora, asteroidea, ophiuroidea, holothuroidea, crustacea, scypozoa, anthozao, calcarea. Secara ideal suatu pantai mampu memiliki ratusan bahkan ribuan spesies avertebrata. Hal ini menunjukkan adanya penurunan populasi avertebrata di pantai modung.
Apa bila di kaji secara ekologi pantai modung dalam keadaan yang kurang baik. Hal ini terlihat dengan semakin berkurangnya tanaman bakau sebagai naungan dan juga kerusakan pada karang yang di akibatkan oleh perahu nelayan sebagai akibat dari aktifitas bersandarnya perahu nelayan.
Selain itu tidak jauh dari pantai modung dapat kita jumpai adanya usaha penangkaran ikan yang langsung memanfaatkan laut sebagai tambak ikan, hal ini memicu kerusakan terumbu karang. Apabila kegiatan tersebut berlangsung secara terus-menerus dapat dipastikan keberadaan biota yang ada di panta modung terancam keberadaanya.
Terlepas dari semua itu, saat ini atau tepatnya (waktu praktikum bulan desember 2010) cuaca memang sedang tidak bersahabat. BMKG jawa timur (perak) mengungkapkan adanya peningkatan curah hujan dan kecapan angin yang berdampak pada tingginya gelombang di sekitar perairan laut jawa. Hal tersebut memungkinkan sebagai penyebab sedikitnya spesies avertebrata yang kami jumpai di pantai modung madura.








BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
  1. SIMPULAN
Avertebrata yang terdapat di pantai modung terdiri dari 5 filum, 10 classis dan 33 spesies.
  1. SARAN
    1. Kesadaran akan pentingya ekositem mangrove dan karang akan berdampak positif pada keberadaan Avertebrata laut.
    2. Menjaga lingkungan pantai merupaka salah satu upaya untuk pelestarian hewan ataupun organisme laut.
    3. Dalam praktikum identifikasi kelimpahan atau kekayaan avertebrata di pantai modung hanya dilakukan dalam satu kali praktikum, keterbatsan waktu dan surut terjauh yang hanya mencapai 300 meter mebuat hasil praktikum ini kurang valid. Jadi untuk perbaikan dan peningkatan kevalidan data untuk praktikum selanjutnya akan lebih baik jika dilakukan pengulangan dan mencari waktu pantai mencapai surut terjauh .


51
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati , R dan Trijoko. 2009. kekayaan jenis anadara (bivalvia: arcidae) di perairan pantai sidoarjo. Jurusan Biologi-FMIPA Universitas Negeri Surabaya, Email: renibio95@yahoo.co.id
Dahuri, Rokmin, 2003 “keanekaragaman hayati laut asset pembangunan berkelanjutan Indonesia”, PT. Gramedia Pustaka Utama
Franc, A. (1960): Classe de Bivalves. In: Grassé, Pierre-Paul: Traite de Zoologie 5/II.
Hadiprajitno G, 2009. Potensi, Permasalahan, dan Pengembangan Moluska Sebagai Bahan Makanan. Prosiding Seminar Nasional Moluska Ke-2, Bogor, 11–12 Februari 2009.
http://www.indonesia.go.id/id - Republik Indonesia Generated: 9 December, 2010, 21:55
Jay A. Schneider (November 2001). "Bivalve Systematics During the 20th Century". Journal of Paleontology 75 (6): 1119–1127.
Newell, N.D. (1969): Bivalvia systematics. In: Moore, R.C.: Treatise on Invertebrate Paleontology Part N.